Pages

Selasa, 02 Oktober 2012

CARA BELAJAR SISWA AKTIF

PENERAPAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan,ada beberapa segi mendasar yang harus dibenahi.Salah satu di antara aspek yang penting ialah, keterampilan membaca; sebab keterampilan membaca merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap warga negara.Sebagaimana dijamin dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa,Sistem Pendidikan Nasional harus dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap warga Negara Republik Indonesia, agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar,yang meliputi Keterampilan berbahasa (membaca), menulis dan berhitung (calistung) serta menggunakan bahasa Indonesia, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperan serta dalam kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional serta,Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang pada implementasinya adalah, Peraturan Menterii Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2006 Standar Kompetensi Lulusan (SKL), untuk setiap jenjang satuan pendidikan.Hal ini merupakan acuan bagi guru untuk memacu kompetensi yang dihasilkan.hal ini,pula tentunya berbagai cara diupayakan agar tujuan pendidikan dapat berhasil sesuai dengan yang diamanatkan Pemerintah.Untuk itu penulis mencoba untuk menggali teknik pembelajaran yang sekiranya dapat memacu anak untuk lebih baik lagi, penulis mencoba menggali kembali dengan teknik CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang sudah hampir terlupakan, yang dirasa penulis sangat tepat bila dilaksanakan di Sekolah Dasar.

Di Indonesia pengajaran membaca sebagai,keterampilan berbahasa sampai dewasa ini telah digunakan beberapa cara, pada masa sebelum tahun 1925 sampai pecahnya perang Dunia II digunakan the Alphabetic Method ( Methode ABC ), the Phonic, the (key) Words Method dan The Sentence (Global Methode) yang masing-masing dinilai tidak sesuai dengan struktur Bahasa Indonesia ( Soewargana, 1971 : 236-250 ).Sejak masa pendudukan Jepang di Indonesioa diganti dengan ”Metode Kupas Rangkai Suku Kata ” (the Syllabic Method).Metode ini,dinilai sesuai dengan bahasa Indonesia yang sebagian besar penduduk dari suku-suku kata (Soewargana, 1971 : 251-260).

Keterampilan berbahasa memang sangat penting karena merupakan modal dasar bagi siswa didik untuk memperoleh ilmu.Oleh karena itu,Keterampilan membaca harus ditanamkan kepada siswa sejak usia dini.

Keterampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kualitas dan kuantitas dalam membaca kosakata yang dimilikinya (Tarigan 1993:2) yang merupakan,awal atau kemampuan mengenal suatu ide dalam bentuk lambang,dalam hal ini lambang bunyi, merupakan tingkat membaca dasar,perlu dibenahi dan diupayakan sedemikian rupa. karena ini,merupakan awal keterampilan membaca yang dipakai untuk melangkah ketingkat keterampilan membaca berikutnya.

Karena Kosakata merupakan komponen bahasa yang berperan dalam keterampilan menyimak menulis berbicara dan membaca.Pada dasarnya,kegiatan membaca dimulai dari penguasaan kosakata.

Mereka yang menguasai banyak gagasan atau dengan istilah lain, orang yang luas kosakatanya dapat dengan mudah dan lancar mengadakan komunikasi dengan orang lain. Betapa kita sering tidak dapat memahami pembicaraan orang lain.hanya karena kita tidak cukup memiliki gagasan,kosakata atau orang yang diajak bicara tidak cukup memiliki gagasan atau kosakata, sehingga ia tidak sanggup mengungkapkan maksudnya secara jelas kepada kita. (Gorys Keraf, 2001;44).

Upaya meningkatkan keterampilan membaca, harus dimulaii dari peningkatan penguasaan kosakata. Penafsiran makna bahasa bergantung kepada penafsiran kosakata, walaupun penafsiran kosakata bukan satu-satunya cara memakai bahasa.Penafsiran bahasa atau kosakata bukanlah unsur luarnya,tetapi maknanya yang kontektual,di sesuaikan dengan sifat kearbiteran bahasa.

Kosakata sebagai komponen inti bahasa,merupakan jembatan penghubung kearah penafsiran yang tepat yang komunikatif. Penguasaan kosakata secara kuantitas dan kualitas merupakan kunci keterampilan berbahasa.

Secara umum disekolah-sekolah,diduga kuat bahwa tingkat keterampilan membaca siswa masih relatif rendah, ini dibuktikan kondisi riil disekolah-sekolah yang ada dibeberapa SD di Indonesia tersebut nilai rata-rata dibawah kriteria. Dalam proses pembelajaran d ikelas,siswa sering kesulitan mengakses informasii yang diterimanya. Dengan rendahnya tingkat keterampilan membaca,proses pembelajaran sering mengalami hambatan sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai secara optimal.Untuk itu peningkatkan keterampilan membaca siswa harus menjadii prioritas utama dan perlu didukung dengan pendekatan yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia.

Pendekatan cara belajar siswa aktif, yang selanjutnya disebut CBSA. Pendekatan tersebut menyajikan bahan pembelajaran yang menuntut aktifitas secara keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari.Siswa dilibatkan dalam memperoleh dan memproses informasi sehingga mereka dapat memiliki pengetahuan,Keterampilan, sikap dan nilai. Guru bukan satu-satunya sumber informasi dalam belajar dan bukan semata-mata berfungsi sebagai pengajar, tetapi guru harus mampu membelajarkan siswanya. Melalui pendekatan CBSA anak dituntut lebih aktif dalam belajar.




KEMUDIAN,Yang menjadi pokok permasalahan dalam INI,adalah rendahnya tingkat keterampilan membaca siswa, yang berdampak optimal terhadap kualkitas hasil belajar. Agar permasalahan tidak terlampau meluas, Kajian ini dibatasi pada kontribusi penguasaan kosakata terhadap tingkat keterampilan membaca siswa.

Adapun rumusan masalah dalam pertanyaan sebagai berikut :

1.Apakah peran serta siswa terhadap keterampilan membaca sebelum menggunakan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif pada Siswa ?

2.Apakah hasil pembelajaran tentang penguasaan kosakata, ada peningkatan melalui pendekatan CBSA ?

3.Apakah pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA) layak
digunakan pada pembelajaran bahasa Indonesia dalam upaya peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia pada siswa ?

SETERUSNYA,Tujuan untuk mencari informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan tentang keterampilan membaca Indonesia, dan kontribusi penguasaan kosakata pada siswa SD terhadap keterampilan membaca siswa. Secara khusus tujuan diuraikan sebagai berikut :

1.Untuk mengetahui peran serta kosakata siswa terhadap keterampilan membaca sebelum menggunakan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif pada Siswa.

2. Untuk mengetahui hasil pembelajaran tentang penguasaan kosakata, melalui pendekatan CBSA pada siswa.

3. Untuk mengetahui kelayakan pendekatan cara belajar siswa aktif ( CBSA ) pada pembelajaran bahasa Indonesia pada peningkatan keterampilan membaca bahasa Indonesia Siswa.

Manfaat yang didapat dalam kajian ini adalah memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru tentang:

1. Kontribusi kosakata terhadap keterampilan berbahasa

2. Penerapan pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA) pada pelajaran bahasa Indonesia dalam peningkatan keterampilan berbahasa.

3.Strategi pembelajaran bahasa Indonesia dalam peningkatan keterampilan membaca

4.Dalam meningkan penguasaan keterampilan berbahasa siswa, sebagai bahan yang berharga bagi dirinya untuk kecakapan hidup.

5.Manfaat bagi sekolah adalah memperoleh informasii tentang tingkat keterampilan membaca pada Siswa SD, dan memperoleh informasi tentang pendekatan CBSA dalam pembelajaran bahasa, khususnya dalam peningkatan keterampilan membaca.


Pada proses pembelajaran di Sekolah secara komprehensif yang ada di tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi,proses pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang paling penting dan pokok, maksudnya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan.

Belajar sebagai salah satu perubahan tingkah laku (Surya, 1977:58). Syamsudin (2002:157) mengartikannya sebagai suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Aripin (1977:163) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu rangkaian belajar mengajar yang berakhir pada terjadinya perubahan tingkah laku baik jasmani maupun rohani, dan Dahlan sendiri (TT:20) mengartikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang disebabkan individu mengadakan respons terhadap lingkungan.

Dari devinisi belajar yang diungkap empat pakar kependidikan diatas, nampak ada kesamaan persepsi bahwa pada dasarnya, pembelajaran itu tertuju pada suatu perubahan tingkah laku.

Proses pembelajaran merupakan proses yang sangat kompleks.Berbagai faktor ikut serta mempengaruhi peserta didik ketika melakukan proses pembelajaran.Interaksi antara sejumlah individu dalam lingkungan,ditambah terlibatnya lingkungan tempat Sekolah berada, dan sekitar tempat tinggal peserta didik,turut serta membentuk kondisi yang kompleks dalam proses pembelajaran diantara guru dan peserta didik. Pendek kata faktor dalam atau faktor eksternal secara bersama-sama mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran yang hasilnya tercermin dalam tingkah laku peserta didik.

Natawijaya (1977:30) mengungkapkan bahwa ada dua faktor pada dasar yang turut serta mempengaruhi pembelajaran, yakni faktor belajar internal, dan faktor eksternal.Kondisi belajar internal merupakan suatu unsur yang mempengaruhi perbuatan belajar, dan unsur iotu berasal dari dalam diri peserta didik sendiri (intering behavior) atau kemampuan dasar. Kemampuan dasar dimaksud mencakup aspek: 1) Kematangan belajar, 2) Belajar untuk belajar, 3) Kemampuan belajar, 4) Persepsi dan kemampuan dasar.

Kondisi belajar eksternal akan turut serta mempengaruhi perbuatan belajar, yang termasuk kondisi eksternal adalah: 1) Kontinutias, 2) Latihan atau exercise, dan 3) Penguatan.Keterampilan membaca adalah salah satu keterampilan berbahasa selain keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis. Keterampilan membaca memiliki sifat reseftif sama dengan menyimak namun berbeda dengan berbicara dan menulis yang bersipat produktif. Dipandang reseftif, pembaca maupun penyimak harus mampu memahami pesan yang dikomunikasikan, sedangkan dipandang produktif, pembicara maupun penulis harus mampu menyampaikan pesan. Seluruh pesan dikomunikasikan melalui bahasa atau perilaku verbal. Pesan yang dikomunikasikan dapat berupa gagasan (ide), keinginan, kemauan, perasaan ataupun informasi. Dalam membaca pesan dikomunikasikan melalui tulisan (bahasa tulis) sama dengan menulis, namun berbeda dengan berbicara dan menyimak yang menggunakan lisan (bahsa ujaran). Pembaca tidak berhadapan secara langsung dengan penulis ketika proses komunikasi namun melalui media tulisan, berbeda dengan berbicara dan menyimak yang lansung berhadapan ketika proses komunikasi (Tarigan, 1987;Syafi’ie, 1986; Santosa, 2007; Godman, 1986: Rofi’udin 1999; Pappas, 1995; Anderson, 1969). Agar pembaca dapat berkomunikasi melalui tulisan dan memahami isi tulisan atau pesan yang dikomunikasikan melalui tulisan, maka pembaca harus memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan tulisan.
Kemampuan yang harus dimiliki pembaca itu antara lain:

1. Pembaca harus memiliki kemampuan memindai lambang- lambang bahasa tulis.

2. Pembaca harus memiliki kemampuan melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.

3. Pembaca harus memiliki kemampuan memaknai lambang-lambang bahsa tulis.

4.Pembaca harus memiliki kemampuan menghubungkan makna tulisan dengan konteks komunikasi (Tarigan, 1987)

Membaca merupakan rangkaian kegiatan yang bertahap dan berkesinambungan. Rangkaian kegiatan membaca itu dibedakan menjadi:


1.Tahap prabaca, pembaca menyiapkan sumber atau bahan bacaan,

2. Tahap baca, pembaca melaksanakan kegiatan membaca disuatu ruang (tempat) dengan alokasi waktu tertentu.

3. Tahap pascabaca, pembaca memberikan respons atau tanggapan terhadap isi atau pesan yang dibacanya. (Tarigan, 1986; Rofi’udin, 1999).

Keberhasilan pembaca melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan membaca dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Contoh faktor internal antar lain: minat dan motif membaca, tujuan pembaca, serta kemampuan (daya) baca yang dimiliki oleh pembaca.Contoh faktor eksternal antara lain: bahan bacaan, lingkungan baca, ruang dan waktu yang digunakan oleh pembaca. Keterampilan membaca tidak bersipat mekanistis atau bawaan melainkan keterampilan yang dapat dipelajari, seperti: keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis. Oleh karena itu keterampilan membaca dapat juga diajarkan. Seseorang dapat memiliki keterampilan membaca melalui belajar atau melalui pengajaran.

Secara leksikal peningkatan adalah cara atau perbuatan meningkatkan. Tarigan (1994:23) mengungkapkan bahwa peningkatan adalah upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas dengan mempelajari kaidah-kaidah bagi perubahan suatu jenis ke jenis lain yang lebih baik.Keterampilan membaca adalah kemampuan menggunakan jenis petunjuk konteks bahasa atau unsur bahasa (kata) untuk menentukan makna bahasa. Maksudnya kemampuan seseorang akan membaca dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menafsirkan petunjuk kontek bahasa atau unsur bahasa (kalimat). Tarigan 1977:60).

Rofi’udin dan Damiati (1988/1999:106) mengungkapkan bahwa keterampilan berbahasa adalah kemampuan pengetahuan dan penguasaan kaidah tata bahasa, baik fonologi, morfologi, sinteksis, dan sematik. Penguasaan aspek sosiolinguistik yang meliputi kemampuan mengenal kontek bahasa memilih ragam bahasa dan menggunakan fungsi bahasa yang sesuai dengan konteknya.

Clark, Chaedar (2004:27) mengemukakan keterampilan berbahasa adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk tujuan-tujuan kehidupan nyata. Tanpa melihat bagaimana kompetensi itu diperoleh kemahiran kerangka rujukan beralih dari ruang kelas menuju situasi nyata dimana bahasa itu digunakan.

Berdasarkan pengertian diatas, peningkatan Keterampilan berbahasa menduduki peranan penting dalam kegiatan komunikasi, mengekspresikan diri, berintregasi dan beradaptasi serta bagai alat untuk berpikir. Dengan meningkatnya keterampilan berbahasa, sedikit demi sedikit penuturannya akan dapat memperbaiki gagasan tentang bagaimana seharusnya proporsi bahasa diungkapkan.

Pendekatan cara belajar siswa aktif ( CBSA ) merupakan upaya guru ,untuk menciptakan suasana proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa agar siswa menyenangi dan antuasias terhadap materi pelajaran yang dihadapinya.

Istilah pendekatan atau appoach diartikan cara, yaitu cara-cara penyajian bahan pembelajaran yang mencakup penentuan bahan, tingkat kesukaran bahan, penyajian bahan, evaluasi dan merupakan suatu sistem untuk mencapai suatu tujuan tertentu pendekatan ada unsur psikis (Hastuti, 1996/1997:37)

Pendekatan CBSA (cara belajar siswa aktif), penyajian bahan pembelajaran yang menuntut aktifitas secara keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari.
Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) adalah sebagaiaturan pembelajaran yang mengarah kepada pengofilisasian pelibatan intelektual-emosional siswa dengan proses pembelajaran, dengan pelibatan fisik, siswa apabila diperlukan pelibatan intelektual-emosional / fisik siswa serta optimalisasi bagaimana belajar memperoleh dan memproses perolehan belajarnya tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. (Damyati dan Medjiono, 2002 : 155)

Mengkaji pendapat Hastuti, dan Damyati diatas bahwa pendekatan CBSA merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berfokus pada keaktipan siswa melibatkan intelektual-emosional dalam kegiatan belajar.

Dalam pendekatan CBSA, guru dituntut lebih aktif dan kreatif memfasilitasi serta memotivikasi siswa sehingga siswa aktif dalam belajar. Dengan pendekatan CBSA, guru bukan satu-satunya sumber informasi dalam belajar. Guru bukan semata-mata berfungsi sebagai pengajar, tapi guru harus mampu membelajarkan siswanya.

Maka dalam proses pembelajaran dengan pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA) terjadi keterlibatan siswa melalui tiga proses. Yaitu proses asimilasi dari aspek kognitif, proses perbuatan langsung dan pengalaman serta penghayatan dan internalisasi nilai, pada akhirnya terbentuklah pada diri siswa pengetahuan (knowledge) Keterampilan (skills) serta nilai dan sikap (value and attitudes). Keterlibatan mental dan fisik dan emosional siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitaspengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa.

Peningkatan kadar CBSA dari suatu proses pembelajaran,berarti mengarahkan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa, atau dengan kata lain menciptakan pembelajaran siswa.Konsekuensi yang harus diterima dari adanya pembelajaran berdasarkan siswa, adalah: 1) Guru seorang pengelola dan perancang dari pengalaman belajar. 2) Guru dan siswa menerima peran kerja sama. 3) Bahan-bahan pembelajaran dipilih berdasarkan kelayakan. 4) Penting untuk melakukan identifikasi dan penuntasan syarat-ayarat belajar. 5) siswa dilibatkan dalam belajar. 6) Tujuan ditulis secara jelas. 7) Semua tujuan diukur. (Gale, 1975:2004).

Untuk mengoptimalisasi pembelajarn denga pendekatan CBSA, Yamato dalam Damyati dan Mudjiono (2000:119), mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang optimal terjadi apabila siswa yang belajar maupun Guru yang membelajarkan memiliki kesadaran dan kesengajaan melibatkan diri dalam proses pembelajaran pada diri siswa dan guru akan dapat memunculkan berbagai interaksi pembelajaran.

Para pakar bahasa memberikan memberikan pengertian tentang kosakata itu berbeda-beda. Badudu dan Zain (1996:720) menafsirkan bahwa kosakata adalah pembendaharaan kata. Maksudnya kekayaan kata yang dimiliki oleh seseorang dalam kegiatan kebahasaan seperti menyimak, berbicara, membasa dan menulis.

Kosakata atau pembendaharaan kata dapat diartikan sebagai berikut:
1) Semua kata yang terdapat pada suatu bahasa. 2) Kekayaan kata yang dimiliki oleh seseorang pembicara atau penulis. 3) Kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan. 4) Daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasannya secara singkat dan praktis (Soejito,1988:1).

Kosakata atau bisa disebut pembendaharaan kata dapat diartikan aneka bahasa, kosakata dapat pula diartikan sebagai kata-kata yang disusun dan diberikan penjelasan seperti terdapat dalam kamus. Kosakata pun sebenarnya dapat diartikan sebagai kata yang digunakan dalam bidang Ilmu Pengetahuan tertentu kosakata dapat diartikan sebagai jumlah kata atau pembendaharaan kata yang dimiliki oleh seseorang. D Tarigan (1995; 160)


Adapun yang dimaksud kosakata menurut pendapat Kridalaksana (1994: 96) Sebagaimana disebutkan dalam kasus linguistik bahasa, kosakata sama dengan leksikon, adalah (1) Komponen bahasa yang memuat secara informasi tentang makna kata dan pemakaian kata dalam bahasa. (2) Kekayaan kata yang dimiliki oleh seseorang pembicara, penulis suatu bahasa, pembendaharaan kata. (3) Daftar kata yang disusun seperti kamus, tetapi dengan penjelasan yang singkat dan praktis.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, kosakata menduduki peranan penting dalam pengajaran bahasa. Penguasaan kosakata, dasar dari pada keterampilan membaca. Untuk itu pengajaran kosakata disekolah harus menjadidasar bagi peningkatan keterampilan membaca siswa.

Berangkat dari batasan-batasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kosakata adalah sejumlah kata yang terdapat dalam bahasa atau suatu bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tertulis.Unsur Bahasa Yang paling penting adalah kata atau kosakata dengan kata-kata kita berpikir, mengungkapkan gagasan atau ide. Semakin banyak kosakata yang kita kuasai semakin lancar pula kita berpikir untuk itu diperlukan penguasaan kosakata jumlah besar.

Keraf ( 1966: 21 ) mengungkapkan bila kita menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan, artinya semakin banyak kata yang dikuasai seorang semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya.Penguasaan kosa kata dapat berupa reseptif dan penguasan produktif, serta penguasaan penulisan.


Reseptif adalah penguasaan yang bersipat pasif, artinya pemahaman-pemahaman hanya dapat dalam proses pemikiran. Bahasa yang bersipat pasif adalah dalam kegiatan menyimak dan membaca, sebagaimana diungkapkan oleh Haris dalam Nurgiantoro (1985:209-210) penguasaan reseptif pada dasarnya mencangkup keterampilan membaca dan menyimak atau disebut juga proses decoding, yaitu proses usaha memahami apa-apa yang dituturkan orang lain baik lisan maupun tertulis.
Penguasaan kosa kata reseptif yang dimaksud adalah pemahaman terhadap kosa kata tertentu dalam suatu teks kalimat. Dengan kata lain penguasaan reseptif kosa kata dalam wujud tulisan bukan dalam bentuk ujaran (menyimak).

Haris dalam Nurgiantoro (1985: 209-210) mengemukakan bahwa penguasaan kosa kata produktif mencakup keterampilan berbicara dan menulis atau disebut juga proses encoding yaitu proses usaha mengkomunikasikan ide pikiran, peranan melalui bentuk-bentuk kebahasaan.Penguasaan kosakata produktif (aktif), adalah dengan cara mampu menerapkan kosakata yang bersangkutan dalam satu teks kalimat. Dengan demikian akan jelas makna yang dikandung oleh kosakata tersebut. Penguasaan kosakata produktif disini tidak dimaksudkan untuk penguasaan secara ujaran lisan (berbicara).


Penguasaan kosa kata memiliki peranan penting dalam penulisan
kosakata bahasa Indonesia. Meskipun mampu memahami artii suatu kata dan menggunakannya dalam suatu teks kalimat, namun jika kita tidak menguasai kosa kata yang benar (sesuai EYD), maka dapat dikatakan belum menguasai kosakata yang bersangkutan secara sempurna.Penguasaan penulisan kosakata yang dimaksud adalah penulisan kosakata yang benar dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.


Dari hasil kajian deskriptif penulis dalam menganalisis proses pembelajaran bahasa Indonesia mengenai metoda Keterampilan Berbahasa melalui pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) di Sekolah Dasar,Diduga kuat ada peningkatan. Dengan demikian upaya meningkatkan keterampilan membaca melalui cara belajar siswa aktif dapat sesuai dengan hasil yang baikSelama siswa memperoleh program keterampilan berbahasa siswa melalui cara belajar siswa aktif tercatat bahwa : Pertama, keterampilan berbahasa, siswa dipengaruhi oleh orang yang terdekat dengannya. Kedua, kedalaman pengalaman siswa terhadap sesuatu akan mempengaruhi mudah dan sulitnya untuk membaca. Ketiga, pengalaman akan hal-hal yang konkrit lebih memudahkan siswa dalam membaca. Keempat, belajar yang didasarkan pada keterampilan berbahasa siswa berbuat belajar tanpa beban, sehingga kemungkinan berhasil akan sangat tinggi. Kelima, membaca dengan cara ini ternyata membuat siswa mampu menghubung-hubungkan pengalamannya dalam rangkaian yang logis dan sistematis serta menunjukan kreatifitas bahasa daya kritis siswa yang semakin meningkat. Ini merupakan dampak pengiring yang sangat positif dan sangat dibutuhkan oleh siswa mengembangkan pemahamannya tentang bacaan. Keenam, pengajaran membaca berdasarkan metode keterampilan membaca dapat membuat siswa mampu berbahasa secara tuntas, dalam arti membaca kata dengan segala macam rangkaian huruf yang menyusunnya, baik dalam konteks frasa, klausa, kalimat, maupun dalam konteks wacana yang lebih panjang. Ketujuh, Siswa ternyata dapat belajar secara efesien dalam satu kesempatan.

Pada bagian kesimpulan dikemukakan pokok yang mendasari isi makalah sebagai berikut:
Keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan berbahasa tingkat awal merupakan hal yang sangat penting, karena akan menjadi dasar pengembangan keterampilan berbahasa selanjutnya. Menyadari pentingnya hal tersebut maka perlu diupayakan suatu model pengajaran dengan pendekatan cara belajar siswa aktif. Sehubungan dengan itu, keterampilan berbahasa dapat dipilih sebagai salah satu upaya untuk maksud tersebut. Hal ini didasarkan pada hasil temuan yang diperoleh dari makalah yang tertulis ini bahwa keterampilan membaca melaluii Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) pada siswa SD, ternyata keaktipan nampak, sehingga hasil belajar menunjukan peningkatan yang signifikan.

Tingkat keterampilan berbahasa yang dimulai dengan pengenalan kosakata, pemahaman kosakata, dan penggunaan kosakata dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, sangat disenangi siswa, lebih mudah siswa mengekspresikan kemampuannya melalui bahsa sendiri.

Keterampilan berbahasa melalui cara belajar siswa aktif kiranya dapat dilaksanakan dengan cara penyelenggaraan program yang pleksibel (dapat dilakukan kapan saja dimana saja siswa ingin belajar serta dengan topik apa saja yang diminati siswa), maka tampaknya keterampilan berbahasa ini dapat digunakan oleh para orang tua khususnya para guru untuk melatih membaca siswa-siswanya dalam memasuki bangku sekolah dasar.

Meskipun dari studi kasus yang dilakukan dalam keterampilan berbahasa melalui cara belajar siswa aktif memberikan hasil yang sedemikian baik namun perlu diingat bahwa hasil tersebut diperoleh dari seorang siswa yang kondisi lingkungannya dapat memungkinkan ia berhasil. Untuk suatu hasil yang lebih baik dan sempurna, penulis sarankan kepada para pembaca berikutnya untuk melakukan pengamatan mengenai penggunaan keterampilan berbahasa melalui cara belajar siswa aktif dalam pengajaran membaca awal dengan obyek lebih dari satu siswa. Dapat dipilih dua, tiga atau lebih siswa yang berbeda jenis kelamin , latar belakang sosial ekonomi, dan budayanya darii siswa-siswa yang akan dijadikan obyek penelitian. Diupayakan juga ada jarak antara penulis dan siswa-siswa yang akan diamatii (bukan sebagai ibu dan siswa seperti pada pengamatan yang dilakukan), sehingga akan diperoleh hasil yang lebih jelas mengenai kebaikan dan kekurangan keterampilan berbahasa melalui cara belajar siswa aktif bila akan diterapkan untuk pengajaran membaca siswa-siswa di sekolah lain.

Keterampilan berbahasa melalui cara belajar siswa aktif ini lebih sesuai digunakan untuk pengajaran individual, kelompok kecil maupun kelompok besar. Oleh karenanya bila ini akan digunakan didalam kelas perlu dipertimbangkan aspek waktu yang diperlukan, juga heterogenitas siswa yang berada dikelas itu. Namun demikian upaya itu masih dapat dimanpaatkan untuk pengajaran di sekolah bagi siswa-siswa yang mengalami hambatan dalam membaca (program remedial). Pengajaran di dalam kelas dapat menggunakan pendekatan ini bila ada penyeragaman pengalaman siswa yang dapat dilakukan melalui pengelompokan berdasarkan minat maupun latar belakang pengalamannya. BRAVO DELTA.

0 komentar:

Posting Komentar